Sebagai tindak lanjut
proses tata batas kawasan hutan, pada tanggal 14 Juni 2017 kembali dilakukan Rapat Panitia Tata Batas
Kawasan Hutan. Panitia tata batas ini dibentuk dan bekerja berdasarkan SK.
Menteri LHK Nomor 786/MenLHK-PKTL/KUH/PLA.2/3/2017 tanggal 1 Maret 2017. Rapat kali
ini merupakan rapat kedua Panitia Tata Batas. Rapat pertama yang khusus
membahas rencana trayek tata batas telah dilakukan pada tanggal 23 Maret 2017.
Dalam Rapat kedua ini, khusus dibahas hasil kerja tim tata batas sementara yang
sebelumnya pada bulan Mei 2017 telah turun ke lokasi kelompok hutan Manulela
untuk melakukan penataan batas mengikuti rencana trayek tata batas yang telah
disepakati dalam rapat pertama. Tim teknis yang turun ke lokasi ini berasal
dari Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah XIV - Kupang didampingi oleh
KPH Ende serta aparat desa setempat.
Rapat kedua ini dilaksanakan
di Family Room Dasi Guest House,
Jalan Durian Ende. Dalam rapat ini dihadiri oleh seluruh personil sebagai wakil
dari instansinya masing-masing, yang semuanya tergabung dalam Tim tata Batas
Kawasan Hutan Kelompok Hutan Manulela. Unsur-unsur yang hadir yakni BPKH
Wilayah XIV Kupang (Bapak FX. Herwirawan), Dinas Kehutanan Provinsi NTT (Bapak
Rudy Lismono), KPH Ende (Bapak Yoseph Th. Dasi Muda) serta seluruh staf KPH
Ende, Badan Pertanahan Kabupaten Ende, Bappeda Ende, Bagian Tata Pemerintahan
Setda Ende, Camat Maukaro, dan Camat Wewaria. Acara Rapat dipandu oleh bapak
Yosef R. Tongo Kota sebagai moderator.
Sambutan Pembukaan oleh Pak Rudi Lismono Mewakili Kadishut Provinsi NTT |
Rapat dimulai pada pukul
10.00 WITA, diawali dengan sambutan pembukaan oleh bapak Rudi Lismono mewakili
Kepala Dinas Kehutanan Provinsi NTT. Dalam sambutan pembukaannya, pak Rudi
menekankan bahwa hasil yang akan di bahas dalam rapat ini, yakni hasil
identifikasi trayek batas di lapangan belumlah final. Semua peserta rapat
diharapkan dapat memberikan masukan-masukan atas hasil kerja tim teknis.
Disampaikan kepada KPH Ende, agar jika kawasan hutan sudah dilakukan tata
batas, agar tidak terkesan dibiarkan saja tanpa pengawasan. Disamping itu juga
perlu dibuka akses kepada masyarakat setempat untuk bisa memanfaatkan lahan
kawasan hutan untuk peningkatan ekonominya. Banyak skema yang sudah disiapkan Kementerian
Kehutanan agar masyarakat setempat dapat memiliki akses ke dalam kawasan hutan.
Setelah sambutan pembukaan
dilanjutkan dengan penyajian materi oleh bapak FX. Herwirawan, Kepala BPKH
Wilayah XIV Kupang. Materi yang
dipaparkan adalah hasil identifikasi di lapangan di kelompok hutan Manulela
oleh tim teknis pada trayek yang sebelumnya telah direncanakan dan disepakati.
Dilaporkan bahwa dari target tata batas sepanjang 44 km ternyata yang bisa
ditata batas baru mencapai 25 km. Dari sisi target luas, dari target 8.300
hektar, baru dicapai 4.300 hektar. Belum tercapainya target tata batas ini
disebabkan karena pada wilayah tertentu, yakni di desa Kobaleba belum terjadi
kesepakatan dengan mosalaki setempat soal batas kawasan hutan. Mosalaki dan
masyarakat setempat memohon waktu tersendiri untuk bisa bertemu dan berdiskusi
bersama tim tata batas di desa mereka untuk membahas trayek batas yang melewati
wilayah desa dan wilayah ulayat mereka. Permasalahan ini kembali diserahkan
kepada seluruh anggota tim tata batas untuk ditanggapi dan dibahas
langkah-langkah tindak lanjutnya.
Selain permasalahan trayek
batas di desa Kobaleba, juga ditemukan potensi air terjun oleh tim tata batas
di desa Nabe. Air terjun ini sangat indah dengan debit air yang besar dan
bentangan kolam yang cukup luas. Posisi air terjun ini sedikit berada di luar
jalur trayek tata batas. Keberadaan air terjun ini menjadi strategis apakah
perlu dimasukan sebagai kawasan hutan atau tidak. Hal ini berkaitan erat dengan pengelolaannya
di kemudian hari. Sebagian masyarakat ingin agar air terjun ini bisa dikelola oleh
KPH Ende bersama mereka sebagai salah satu obyek wisata di desanya. Jika ingin
dikelola KPH bersama masyarakat, maka areal air terjun ini perlu dimasukan
sebagai wilayah kawasan hutan agar mudah proses pengelolaanya, terutama terkait
masalah perencanaan dan anggaran.
Setelah pemaparan hasil
identifikasi lapangan, dengan dipandu oleh Moderator acara dilanjutkan dengan
Diskusi dalam dua sesi. Dalam sesi
diskusi tersebut, secara umum semua peserta menerima hasil identifikasi oleh
tim lapangan. Yang cukup mengemuka dalam diskusi ini, yakni agar masyarakat
dapat diberi akses untuk memanfaatkan lahan kawasan hutan, baik sebagai lahan
garapan, pemanfaatan kayu untuk kepentingan adat, atau memanfaatkan dan
mengelola potensi jasa lingkungan yang ada.
Berkaitan dengan permasalahan
di desa Kobaleba, semua anggota tim sepakat untuk diperlukannya pembahasan lagi
bersama masyarakat setempat langsung di lokasi. Untuk itu tim perlu menyiapkan
waktu khusus untuk melaksanakan pertemuan tersebut yang difasilitasi oleh KPH
Ende serta Camat Maukaro. Ditargetkan dalam tahun ini juga rapat bersama
masyarakat tersebut harus telah dilaksanakan, sebelum memasuki tahapan
pemancangan tanda batas sementara di lapangan. Demikian pula untuk di desa
Nabe, perlu dilakukan pendekatan lagi kepada masyarakat setempat untuk
memasukan air terjun tersebut sebagai kawasan hutan, karena keberadaan air
terjun ini tidak terpisahkan dari kelangsungan fungsi hutan lindung di bagian
hulunya. Menyatukan bagian hulu serta hilir air terjun ini sebagai satu
kesatuan ekosistem dalam kawasan hutan akan memudahkan dalam perencanaan dan
pengelolaannya secara terpadu dalam pemanfaatan jasa lingkungan (jasa wisata
alam).
Setelah
berdiskusi kurang lebih selama dua jam, acara rapat kemudian ditutup dengan
sambutan penutupan oleh Bapak Rudi Lismono. Setelah penutupan, dilanjutkan
dengan sesi penandatanganan Berita Acara Rapat oleh semua anggota tim Tata
Batas. =YR.Kota=
Foto-foto pelaksanaan Rapat tersebut dapat dilihat di bawah ini :
Penyajian Hasil Identifikasi Lapangan Oleh Tim Teknis (disampaikan oleh Kepala BPKH Wilayah XIV Kupang) |
Penandatanganan Berita Aacara Rapat :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar