Bagaikan
gayung bersambut.... ketika KPH Ende telah memastikan untuk fokus pada satu
obyek yakni membangun hutan wisata Kajundara, sebuah surat Undangan diperoleh.
Undangan bernomor : UN.13/BPHPVII-2/2017, bertanggal 20 April 2017 ini berasal
dari Kepala Balai Pengelolaan Hutan Produksi (BPHP) Wilayah VII Denpasar. Isinya
yakni mengundang perwakilan dari KPH Ende bersama KPHP se-wilayah Bali, NTT,
dan NTB, untuk mengikuti Rapat Koordinasi KPHP dan Kunjungan Lapangan di
Yogyakarta.
Pada tanggal 02 Mei 2017 dua orang perwakilan dari KPH Ende berangkat ke Yogyakarta. Mereka adalah Kepala KPH Ende dan Kasubag Tata Usaha KPH Ende. Kebetulan keduanya pernah mengenyam pendidikan di kota ini. Berangkat ke Yogyakarta untuk belajar pengelolaan jasa lingkungan KPH merupakan kesan tersendiri sambil bernostalgia masa-masa kuliah.
Yogyakarta
memang penuh pesona. Setidaknya ada tiga predikat yang diberikan bagi kota ini.
Dimulai dari Kota Pendidikan (Pelajar), Kota Wisata, kota Sejarah, dan Kota
Budaya. Sebagai kota pendidikan, Yogyakarta memberikan banyak jasa dalam
membentuk insan-insan pembangun bangsa. Dengan predikat sebagai kota pendidikan,
kota ini merupakan salah satu kota di Indonesia yang menjadi tujuan orang
mengenyam pendidikan ke jenjang Perguruan Tinggi.
Sebagai
kota Pariwisata, Yogyakarta ternyata juga menjadi pilihan BPHP VII Denpasar
dalam upaya Penguatan peran dan kemandirian KPHP. Di kota ini, pengelolaan
kawasan hutan oleh KPH Yogyakarta dirasakan sangat berhasil. Terutama berkaitan
melibatkan peran masyarakat dalam pengelolaan dan pemanfaatan kawasan hutan,
terutama jasa lingkungan (jasa wisata alam). Sebagai KPH yang berada dalam
fasilitasi oleh BPHP VII Denpasar, KPH Yogyakarta ternyata telah dipilih BPHP
VII Denpasar sebagai salah satu KPH model, yang menjadi contoh bagi KPH lainnya
se wilayah Bali, NTT, dan NTB dalam pengelolaan kawasan hutan.
Peserta
yang terlibat dalam kegiatan ini berasal dari 19 KPHP di wilayah Provinsi Bali,
NTB, dan NTT. Semua biaya ditanggung oleh BPHP VII Denpasar sebagai
penyelenggara, bekerjasama dengan KPH Yogyakarta.
Hari
pertama kegiatan, yakni tanggal 03 Mei 2017, semua peserta mengikuti Rapat
Koordinasi KPHP Wilayah VII Denpasar bertempat di Aula Dinas Kehutanan Provinsi
DIY. Berbagai materi dipaparkan dalam dua sesion guna membuka wawasan dan
merangsang proses berpikir dan berdiskusi terkait pengelolaan KPHP. Tema
pertemuan ini yakni : Mewujudkan
Pengelolaan Hutan Produksi Lestari Melalui Kerjasama Antara KPHP Dengan
Masyarakat. Berikut judul materi-materi yang dipaparkan pada hari tersebut :
Sesi
Pertama :
- Kebijakan dan program Ditjen PHPL (Pemateri : Sesditjen);
- Kebijakan Pengembangan Usaha Pada KPHP (Pemateri : Direktur KPHP);
- Usaha Jasa Lingkungan dan HHBK di KPH (Pemateri : Direktur UJLHHBK);
- Optimalisasi Pemanfaatan Hutan Lindung (Pemateri : Direktur KPHL)
Sesi
Kedua :
- Kelembagaan KPHP Pasca Pemberlakuan UU Nomor 23 Tahun 2014 di Provinsi DIY (Pemateri : Kadishutbun Provinsi DIY);
- Kelembagaan KPHP Pasca Pemberlakuan UU Nomor 23 Tahun 2014 di Provinsi NTB (Pemateri : Kadishut Provinsi NTB);
- Kelembagaan KPHP Pasca Pemberlakuan UU Nomor 23 Tahun 2014 di Provinsi NTT (Pemateri : Kadishut Provinsi NTT);
- Fasilitasi dan Dukungan Operasional KPHP (Pemateri : Kepala BPHP Wilayah VII Denpasar).
Pada
setiap sesi diisi dengan waktu bertanya jawab dan berdiskusi, dengan dipandu
oleh seorang Moderator. Suasana keakraban sangat terasa dalam forum diskusi
ini.
Beberapa
point penting yang diperoleh dari kegiatan hari pertama ini, yakni :
- KPH adalah salah satu jawaban kembalinya kejayaan hutan di masa depan. Dengan adanya kelembagaan KPH maka pengelolaan hutan di tingkat tapak diharapkan menjadi lebih terarah, efektif dan efisien, serta memberikan dampak ekonomis bagi masyarakat dan negara.
- Dengan pertambahan jumlah penduduk, jika pengelolaan hutan masih berparadigma Hutan sebagai penghasil kayu, maka hutan akan jauh dari lestari, karena hutan akan selalu dilirik untuk diambil kayunya. Padahal, nilai kayu di hutan hanya 10%, sedangkan sisanya yang 90% adalah nilai non kayu dan jasa lingkungan.
- Semua peserta kini berkumpul di Yogyakarta untuk mengambil inspirasi dari Yogyakarta guna membangun KPH di wilayah masing-masing.
- Yogyakarta telah berhasil menerapkan kebijakan Pelibatan peran masyarakat setempat dalam pengelolaan hutan;
- Terdapat pembagian peran yang jelas antara Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi DIY dengan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) DIY, dimana peran Dinas hanya dalam pemberdayaan masyarakat, sedangkan teknis pengelolaan hutan dilaksanakan oleh KPH Yogyakarta.
- Pengelolaan hutan di tingkat tapak di wilayah DIY telah berlangsung lama, bahkan sejak jaman Pemerintahan Kolonial Belanda.
- Dalam pengelolaan jasa lingkungan di areal KPH DIY, personil pengelola diambil dari masyarakat setempat. Dengan demikian, masyarakat sendirilah yang menjadi pagar bagi pengamanan dan pelestarian hutan.
- Dalam pengelolaan jasa lingkungan tersebut, KPH DIY berkolaborasi dengan Koperasi yang dibentuk masyarakat setempat. Kesepakatan Kerjasama ini dituangkan dalam bentuk Memorandum of understanding (MOU) diantara kedua belah pihak.
Pada
hari kedua, tanggal 04 Mei 2017, dilakukan kunjungan lapangan. Obyek yang
dikunjungi yakni :
- Lokasi wisata alam "Mangunan", Kabupaten Bantul (DIY) : Pembelajaran pengelolaan potensi jasa lingkungan oleh Koperasi Notowono :Wahana "Panggung Sekolah Hutan"; Wahana "Rumah Seribu Kayu";Wahana "Songgo Langit";
- Wisata alam "Pinus Pengger"; dan
- Pabrik pengolahan minyak kayu putih "Sendang Mole" Wonosari, Kabupaten Gunung Kidul (DIY).
Peserta kegiatan : Berfoto bersama sebelum kunjungan lapangan |
Dari
kunjungan lapangan ini, diperoleh banyak sekali pengetahuan dan inspirasi bagi
pembangunan KPH Ende, terutama dalam pengelolaan jasa lingkungan. Inspirasi ini
berkaitan dengan model kerjasama pengelolaan jasa lingkungan bersama
masyarakat, serta inspirasi berkaitan dengan penataan areal wisata alam dengan
memanfaatkan potensi lokal yang ada di dalam hutan itu sendiri. Sangat terlihat
jelas kreatifitas masyarakat pengelola areal hutan wisata, dalam membangun
berbagai macam obyek/latar fotografi (selfie), membangun miniatur, menata jalur
jalan, menata parkiran, lokasi berjualan makanan/ souvenir, MCK, sarana air
bersih, loket karcis, gardu/ pos masuk, dan sebagainya. Semuanya terlihat
natural (alami), bersih, kreatif, variatif, dan inovatif. Penataan bangunan dan sarana prasarana wisata yang dilakukan disini berpedoman pada Peraturan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Nomor : P.02/IV-SET/2012 tentang Pembangunan Sarana Pariwisata Alam di Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam.
Dari
sekian banyak wahana yang ditampilkan, yang sering digunakan oleh pengunjung rombongan adalah wahana
"Panggung Sekolah Hutan". Rupanya.., sebagai Kota Pendidikan dengan
jutaan pelajar dan mahasiswa, masyarakat pengelola kawasan ini mampu menangkap peluang
dari sisi pendidikan ini. Penyediaan wahana ini guna menjawab permasalahan
kejenuhan pelajar dan mahasiswa yang senantiasa belajar dalam ruangan tertutup.
Belajar di ruang terbuka, apalagi dibawah naungan tegakan hutan ternyata
memberikan sensasi tersendiri. Dalam perkembangannya, Panggung ini ternyata
tidak saja dipergunakan oleh rombongan pelajar atau mahasiswa saja. Terkadang
Panggung ini juga digunakan sebagai lokasi resepsi pernikahan, pertunjukan
drama atau pentas seni, dan pagelaran musik. Sangat kreatif bukan??? Juga unik
dan memberikan inspirasi...... (Oleh : YR. Kota).
===
Foto-foto
berkaitan dengan indahnya lokasi-lokasi wisata jasa lingkungan di areal KPH DIY
dapat dilihat di bawah ini :
Obyek/wahana/fasilitas
wisata :
Gapura/ Pos/ pintu masuk/ keluar :
Pagar pengaman areal :
Sarana MCK :
Sarana Penyediaan air bersih :
Penataan Taman pada areal parkir :
Tempat Berjualan/ Kantin :
===
3 komentar:
Andai saja di Kajundara dibuat seperti yang diatas pasti Kajundara menjadi salah satu tempat peristirahatan yang bakal banyak diminati warga Ende maupun luar Ende.Ide cemerlang. Kreatif. Salam
Itulah yang diharapkan. Masyarakat setempat pun sangat mendukung... kreatifitas masyarakat setempat diperlukan dalam hal penyediaan (berjualan) makanan/minuman, souvenir, dsb.
Kajundara akan dibangun sesuai karakter lokasi hutannya... dgn variatif wahana atau obyek fotografi....
Tak sabar lagi menunggu...
Posting Komentar