Pada awal kiprahnya,
dengan semangat "one site one product" KPH Ende telah bertekad mengembangkan satu
potensi kawasan hutan sebagai lokasi wisata alam yang menjadi plihan wisata alam
kedua setelah Taman Nasional Kelimutu. Pilihan lokasi ini jatuh pada kawasan
Hutan Ampupu dan Hutan Alam yang bertebaran di desa Kebesani (Kecamatan
Detukeli).
Aktivitas pembangunan
hutan wisata ini praktis mulai dikerjakan sejak bulan Maret 2017. Walaupun
dengan pendanaan yang belum ada, KPH Ende melaksanakan kegiatan pembersihan
lokasi, penataan areal, dan pembangunan beberapa obyek/ wahana menggunakan
swadana serta kreatifitas ASN KPH Ende sendiri.
Upaya sawadaya dan swadana ini belum
memberikan dampak berarti dalam pembangunan dan pengembangan sarana prasarana
Hutan wisata karena keterbatasan kemampuan terutama pendanaan. Namun di sisi
lain, tanggapan masyarakat begitu tinggi dan apresiatif dengan dibangunnya
Hutan Wisata di lokasi ini. Ini terlihat dari penerimaan masyarakat setempat
ketika dilakukan sosialisasi kegiatan, serta adanya kunjungan-kunjungan
wisatawan lokal di lokasi Hutan Wisata ini.
Pada tahap awal ini,
aktifitas pembangunan Hutan Wisata hanya dimulai dari "apa yang ada"
baik dana, tenaga, kreatifitas aparatur KPH sendiri, maupun menggunakan bahan
alamiah yang tersedia di lokasi seperti kayu, dahan, ranting, batu, pasir,
rumput-rumputan, tanaman bunga-bungaan, dan lain-lain. Hingga kini belum
dilakukan penarikan retribusi jasa wisata alam di lokasi Hutan Wisata ini,
berhubung sedang dalam pengajuan dan pembahasan rancangan peraturan daerah
Provinsi NTT terkait tarif jasa umum dan jasa usaha oleh Dinas Kehutanan
Provinsi NTT. Foto-foto kegiatan pembersihan, penataan areal, pembangunan obyek
wisata serta kunjungan wisatawan dapat dilihat dibawah ini.
Disadari bahwa ternyata
tidak cukup dengan semangat dan jiwa Rimbawan saja. Dukungan pendanaan baik
dari instansi induk (Dinas Kehutanan Kehutanan Provinsi NTT), serta Kementerian Kehutanan
dan berbagai pihak sangat diperlukan bagi organisasi tingkat tapak yang baru
dibentuk ini. Dari sebuah rencana besar
yakni Menjadi KPH Yang Mandiri, kini
KPH Ende dapat dikatakan baru terlahir dan masih "menyusui" pada
instansi induk yakni Dinas Kehutanan Provinsi NTT, serta mendapat
"suplemen tambahan" melalui BPHP wilayah VII Denpasar.
Beberapa kendala yang
dihadapi di awal kiprah KPH Ende ini yakni :
- Pendanaan KPH belum optimal ; sebagai organisasi yang baru dibentuk dan beroperasi sejak 1 Januari 2017, pendanaan KPH Ende masih bersifat operasional untuk kegiatan rutin. Pendanaan rutin KPH Ende kini masih bergantung pada alokasi anggaran rutin dari Dinas Kehutanan Provinsi NTT.
- Masih
dalam tahapan penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
tahun 2018-2027; Berhubung RPHJP belum operasional, maka penganggaran bagi
UPT KPH Ende pun belum dialokasikan secara langsung pada KPH Ende.
Beberapa pengadaan sarana prasarana, serta kegiatan fisik di lapangan
masih dititip melalui DIPA BPHP Wilayah VII Denpasar, selain sarana
prasarana yang dialokasikan dalam DPA Dinas Kehutanan Provinsi NTT. Di tahun 2017 ini melalui DIPA BPHP
Wlayah VII Denpasar dilakukan kegiatan Sosialisasi Operasionlasisasi KPH,
Pembangunan Agroforestry Kemitraan serta Diklat Petani Agroforestry
Kemitraan. Semua kegiatan ini difokuskan bagi masyarakat di desa Kebesani,
karena berkaitan dengan pembangunan Hutan Wisata di desa tersebut. Banyak
program dan kegiatan di areal hutan wisata ini yang sudah diakomodir dalam
RPHJP 2018-2017, baik menyangkut sarana prasarana hutan wisata,
pengembangan lokasi/obyek agroforestry,
maupun bagi masyarakat di sekitar lokasi hutan wisata melalui jalur
Kemitraan Masyarakat. Diharapkan kedepannya, UPT KPH Ende memiliki DPA
atau DIPA tersendiri, sehingga para ASN KPH Ende dapat lebih berkreasi dan
berimprofisasi menyusun program dan melaksanakan sendiri secara swakelola kegiatan-kegiatan pembangunan KPH di wilayah. Dan ini merupakan konsekwensi
anggaran dari pandangan yang mengatakan bahwa KPH sebagai "Pengelola di tingkat
Tapak". Dikatakan sebagai pengelola di tingkat tapak, karena KPH
merupakan institusi teknis yang langsung menangani urusan sektor Kehutanan
di lapangan, yang langsung berhadapan dan berkolaborasi dengan masyarakat
di dalam maupun sekitar kawasan hutan, langsung bermitra dan berkolaborasi
dengan stakeholder lainnya di tingkat tapak (Pemda setempat), dan yang
langsung menghadapi berbagai persoalan di lapangan seperti Illegal
logging, penertiban penatausahaan hasil hutan, penyerobotan lahan kawsan
hutan (okupasi), kebakaran hutan dan lahan, ekses dari tata batas kawasan
hutan, dan lain-lain.
- Sumberdaya
Manusia : dengan jumlah yang terbatas, dan dengan kemampuan kualifikasi
yang masih terbatas. Kini UPT KPH Ende hanya memiliki 30 orang personil
(ASN), yang terdiri dari 4 orang pejabat struktural, 4 orang anggota
Polhut, serta 22 staf. Jumlah ini masih sangat kurang jika dikaitkan
dengan luas areal KPH ini yakni 67.000 hektar lebih. Belum lagi dengan
tugas tambahan yakni pelaksanaan urusan sektor Kehutanan di luar kawasan
hutan (Hutan rakyat, Penghijauan Lingkungan, sipil teknis, dan lain
sebagainya), dan pengawasan Tata Usaha Kayu.
Menjaga semangat para
Rimbawan KPH Ende di tahun-tahun awal berdirinya ini merupakan tantangan
tersendiri bagi pejabat struktural KPH Ende. Hingga kini walaupun dengan
keterbatasan penganggaran, semangat rimbawan itu masih ada. Realisasi kebijakan
anggaran yang berorientasi pada pandangan "KPH
Sebagai Pengelola di Tingkat Tapak" sangat diharapkan untuk tetap
menjaga Semangat para Rimbawan pada UPT-UPT KPH membangun dan menjaga keutuhan
kawasan hutan.
=Salam Rimbawan=
=Salam Rimbawan=
Foto pembukaan lokasi hutan wisata
(pembersihan lapangan dan penataan areal) :
Pembangunan obyek/ wahana wisata :
Foto - foto Pengunjung :
(Sumber : akun facebook pengunjung Hutan Wisata Kebesani)
1 komentar:
semoga cepat terealisasi untuk menambah khasanah berwisata di kabupaten ende dan pulau flores..
Posting Komentar